Kritik Terhadap Program Sertifikasi Guru
Program sertifikasi guru berlangsung sejak tahun 2006, yang kemudian tiap tahun mengalami
peningkatan jumlah guru yang disertifikasi. Sejak awal pencairan, setahun setelah masing-masing
guru disertifikasi tidak semulus perkiraan. Tidak pernah pencairan berlangsung tiap bulan. Akibat-
nya dana sertifikasi guru yang diterima terkesan seperti bonus semata layaknya THR (tunjangan
hari raya), BLT atau BLSM.
Program ini tampaknya akan ditinjau ulang di akhir masa pemerintahan SBY (Susilo Bambang
Yudhoyono) Presiden Republik Indonesia ke-6 (2004-2014). Banyak kelebihan dari program ini :
1. sebagai agunan untuk berhutang di warung, angsuran kendaraan atau rumah
2. membayar keperluan sekolah bagi anak yang dirapel tiap triwulan atau per semester
3. digunakan untuk membuat kelengkapan mengajar, seperti pembuatan kalender pendidikan,
pemetaan hari efektik/tak efektif, pemetaan materi pelajaran/materi diklat, prota, prosem, RPP,
uraian penentuan nilai KKM dan/atau silabus serta pembuatan alat peraga.
Kelemahan program ini :
1. tidak disalurkan per bulan
2. guru dituntut mengajar 24 JP per minggu, sementara untuk jumlah jp seperti itu sesama guru saling
sikut
3. jumlah guru yang disertifikasi membludak, sehingga pembayaran ke depannya (?)
4. tolok ukur kriteria layak dapat atau tidak layak dapat tunjangan yang tidak jelas
Hasil UKG Online tahun 2012 lalu, yang mana untuk masing-masing mata pelajaran/mata diklat
distandarkan nilai minimal 70, diperkirakan hanya 25 % guru yang lulus Uji Kompetensi Guru secara
online tersebut. Kemudian UKG online tahun 2013 sebagai syarat PLPG (diklat profesi guru) tidak
mencantumkan kriteria minimal. Jadi kebijakan SERGUR ini tidak menggunakan aturan yang pasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar